Hari-hari semakin dingin di wilayah Jepang dan sekitarnya.
Linear dengan hal tersebut, kulit ku jadi gatal-gatal karena udara kering yang menyentuh badan.
Pagi ini ku mulai hari dengan meminum bubuk terakhir dari Kopi Mandheling yang dijual di Toko Kaldi.
AKhir-akhir ini aku merasa aku baru saja terbangun dari tidur yang amat sangat panjang.
Engah ini karena tambah tua tambah bijak, atau emang emosional intelligence ku baru berjalan dengan benar.
Sambil menyeruput kopi, yang telah ku buat menggunakan coffe maker, aku menatap ke jendela.
Kalau diingat-ingat, sepertinya awal-awal singgah di Jepang, aku mengalami shock culture yang tidak aku sadari secara langsung.
Tanpa aku sadari, awal -awal aku tiba di Jepang, mungkin aku secara tidak sadar merasa kesepian (mungkin) atau butuh pengakuan dari orang lain (mungkin). Sulit.. sulit untuk diterima sesama orang Indonesia pada waktu itu, karena tidak ada satupun yang punya background later belakang yang sama denganku. Kebanyakan mereka adalah lulusan kampus-kampus jawa yang tidak pernah ke sumatra. Seperti yang kita pun tau, budaya pulau Jawa dan pulau sumatra itu sangat berbeda. Ditambah pula pertemuan itu terjadi di Jepang.
Ada kalanya untuk lari dari kesepian, aku berpikir untuk menikah saja. Menikah secara random. Dikira menikah bakal menyelesaikan banyak masalah. Syukurlah ternyata jalur tersebut tidak ku lakukan. Tapi bila diingat-ingat lagi, itu para lelaki yang berpikir mereka terlihat tampan pasti melihatku cringe sekali. Aku pun bila bertemu dengan aku 10 -7 tahun yang lalu juga akan merasakan cringe yang sama.
Waktu, waktu yang didefinisikan oleh Einstein sebagai suatu hal yang relative, nyatanya sampai hari ini masih terlihat berpropagasi positif. Karena waktu, aku menyadari banyak hal dalam hidup. Terimakasih untuk sang creator telah mengizinkan ku berjalan seorang diri dan berkelana melihat dunia ini.
Catatan Ph.D website yang sedang kalian baca ini bukanlah domain gratis. Walaupun tak banyak yang baca, tiap tahunnya aku selalu membayar biaya domain website ini. kenapa? ya untuk kepuasan hati.
Anyway, bila kalian bertanya, bagaimana rasanya menjadi peneliti di Jepang?
terutama bila kalian bukanlah penduduk lokal.
Jawabannya tidak mudah.
Selama aku bukanlah warga berkebangsaan Jepang, aku tidak akan pernah bisa menjadi PNS Jepang (selama hukum belum digant).
Artinya, aku harus berpikir masa depan apa yang ingin aku buat untuk ku nanti
Pekerjaan menjadi seorang peneliti hanyalah sementara.
Final goalnya, akankah aku menjadi seorang professor?atau menjadi praktisi bisnis?
Jujur saja yang kedua yang paling mungkin……