Setiap manusia mempunyai luka yang ditanggung sendiri, beberapa memilih untuk menyembuhkan lukanya. Namun banyaknya manusia memilih untuk menekannya di relung hati yang terdalam, menanti waktu luka itu meledak menyemburkan darah panas.
Harusnya ini menjadi semester terakhirku di Jepang. Namun ternyata sensei ku belum memberikan kepastian, pantaskah aku mendapatkan gelar doktor di akhir maret nanti atau tidak. Menunggu kepastian dari beliau, yang bisa aku lakukan adalah kembali menulis jurnal yang ke dua. Selain itu tentu saja melakukan liburan (sebagai pelepas lelah).


Lepas mendaki gunung serta melihat keindahan Momiji bersama teman-teman, akhirnya saya mempunyai waktu untuk menulis di blog ini. Karena saat menulis ini badan saya cukup remuk dan agak pusing, efek mendaki dalam cuaca dibawah 15 derajat dan pulang jam 11 malam, setelah bercakap dengannya.

Saya pernah katakan, bahwa dia berbeda. Dia yang berjalan bersama saya dan mencoba melindungi semua orang. ya, literally semua orang. Dia sosok paradoks, kuat tapi lemah, dewasa tapi kekanakan, ceria tapi pendiam, modern tapi kuno. Satu yang bukan paradoks, dia mencoba untuk menjadi sosok yang disayangi semua orang, hingga lupa bahwa dia sendiri adalah seorang manusia yang harusnya punya ego sendiri. Maka dari itu saya sudah duga bahwa dalam Harry Potter universe, dia adalah seorang Hufflepuff.
Kalian pasti berpikir bahwa saat ini saya sedang bercerita tentang sosok yang saya cintai bukan? Atau saya salah?
Pada catatan PhD kali ini, saya belajar tentang budaya orang lokal. Saya memahami bahwa mereka paling jago dalam perihal poker face. Namun untuk makhluk sensitif seperti saya, ada banyak situasi pokerface gak mempan. Dan pada dirinya saya merasakan ada luka yang amat dalam.. dalam hingga tunggu waktu untuk meledak.
saya : Kamu manusia, manusia mestinya menunjukkan emosi
dia :Ibuku bilang, marah hanya untuk orang lemah. Aku tidak boleh menunjukkan emosi ku yang sebenarnya
saya : dan lama lama kamu bakal gila.
dia : aku udah gila
saya : aku tau kesakitanmu sudah menumpuk-numpuk. Biar aku sembuhkan
dia: kamu bukan dokter
saya : ya aku bukan dokter..
Leave a comment